Riyadh – Pakar Neurosains, dr. Aisah Dahlan, menyampaikan seminar di gedung KBRI Riyadh pada Kamis, 13 Februari 2025 malam.
Di hadapan para wali siswa Sekolah Indonesia Riyadh (SIR) ahli parenting ini memaparkan seluk beluk kepengasuhan anak, mulai dari permasalahan hingga solusinya.

Acara yang bertema “Bahasa Cinta Sebagai Fondasi Pengasuhan Positif” ini berlangsung mulai pukul 19.30 hingga 22.30 Waktu Arab Saudi, dihadiri oleh wali siswa dan segenap keluarga KBRI Riyadh.
Membuka acara, Aisah menyampaikan bahwa anak-anak generasi sekarang berbeda dengan anak zaman dulu.
“Kita zaman dulu, kalau nakal ya dipukul, kemudian jadi benar,” kata Aisah.
Aisah kemudian memberikan analogi hal tersebut dengan televisi zaman dulu yang kalau rusak, kadang membetulkannya dengan cara dipukul.
“Anak-anak zaman sekarang tidak bisa seperti itu. Anak-anak sekarang adalah generasi yang perlu dijelaskan,” ujar Aisah.
Seperti halnya dulu anak-anak cukup ditenangkan dengan isyarat tangan, tapi zaman sekarang beda. “Sekarang harus dijelaskan, kalau lari-lari nanti kena orang,” tegasnya.
Beda Anak Laki-Laki dan Perempuan
Pakar parenting ini menjelaskan bahwa anak laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan dalam memahami sesuatu. Dimana anak perempuan, otak kanan dan kirinya tumbuh dengan seimbang, berbeda dengan anak laki-laki yang tumbuh berkembang lebih dulu adalah otak kanannya, baru kemudian yang kiri menyusul.
“Anak perempuan itu sejak usia 3 tahun sudah seimbang otaknya. Mereka sudah matching untuk warna pakaian. Adapun anak laki-laki seusia ini masih belum peduli mau warna pink atau apa, karena masih mengandalkan otak kanan,” kata Aisah.

Anak laki-laki, lanjut Aisah, setelah dia nonton film Batman, maka pulang ke rumah jadi Batman. Setelah lihat Superman, dia pulang jadi Superman.
“Kalau anak perempuan itu otaknya kanan dan kiri seimbang sejak kecil, makanya dia berhitungnya lebih cepat dan bicaranya juga teratur,” papar Aisah.
Wanita berdarah Bugis ini menanyakan, “Kenapa ada perbedaan perkembangan otak kanan dan kiri pada anak laki-laki dan perempuan?.”
“Jawabannya adalah, perempuan itu otak kanan dan kirinya seimbang karena disiapkan untuk menjadi seorang ibu. Sedangkan laki-laki dengan kondisi demikian untuk disiapkan menjemput nafkah dan memang harus kreatif,” tukas Aisah.
Terkait dengan kurikulum yang diterapkan saat ini, Aisah berpendapat bahwa saat ini kurikulum yang ada lebih cocok diterapkan untuk perempuan.
“Anak perempuan masuk SD usia 6 tahun gak masalah, karena otaknya sudah seimbang. Adapun akan laki-laki lebih pas masuk SD pada saat usianya 7 tahun,” tegas Aisah.
Dulu, anak laki-laki dan perempuan dianggap sama dalam memahami pelajaran, karena memang saat itu pelajaran di sekolah sangat mudah, berbeda dengan sekarang.”
“Dulu itu ya masuk SD belajarnya hanya ini ibu Budi,”papar Aisah.
Perbedaan kondisi anak laki-laki dan perempuan juga ada pada pemahaman tentang mendeskripsikan benda tertentu.
“Untuk menjelaskan tentang bola, cukup ajak anak perempuan duduk dan jelaskan, maka akan paham. Adapun anak laki-laki harus ambil bolanya dan tempel pada benda tersebut dengan tulisan bola. Baru nanti dia paham,” tegas Aisah.
Mengontrol Anak Bermain
Terkait banyaknya para orang tua yang mengeluhkan anaknya sering bermain gadget, dokter Aisah mengatakan bahwa hal tersebut tidak perlu disikapi dengan panik.
“Kalau ada anak bermain game, tenang saja dulu. Perlu diperhatikan apakah waktunya habis untuk bermain atau tidak,” kata Aisah.
Menurut Aisah, permainan yang ada pada gadget tidak selamanya buruk, selama waktunya dapat diatur dengan baik. “Misal main dota. Dari permainan tersebut, anak dapat belajar strategi perang,” ujar Aisah.
Era dulu, anak-anak pun sama, suka dengan permainan, hanya menggunakan media yang berbeda.
“Dulu kita mian congklak juga dimarahin oleh ibu, karena sampai sore hari,” jelas Aisah.

Jika anak-anak tidak diberi kesempatan untuk bermain saat kecil, maka akan riskan dan berdampak negatif di masa mendatang.
“Jika anak banyak dipaksa atau dilarang bermain saat kecil, maka saat besar dia kuliah akan mogok, karena waktu kecilnya tidak puas dengan permainan,” tandas Aisah.
Mengatasi Remaja
Dunia remaja banyak membuat para orang tua dan pendidik kesulitan mengatasi permasalahannya. Solusi bagi anak-anak remaja adalah dengan rem aja.
“Bapak dan ibu, namanya juga remaja, maka cara mengatasinya dengan rem aja.. rem aja,” kata Aisah, yang diiringi tawa para peserta yang hadir.
Untuk menangani para remaja, Aisah menegaskan bahwa tidak boleh dilakukan dengan cara tergesa-gesa.
“Bicara dengan anak remaja, kalau ngegas itu keliru. Namanya juga remaja, jadi rem aja. Kalau ibu ngegas aja namanya bukan remaja tapi gas aja,” ujar Aisah.
Remaja yang tidak tertangani dengan baik, akan berakibat bahaya karena dia akan lari ke orang lain bahkan bisa terjerumus ke dalam dunia narkoba.
“Kalau ngegas aja, itu bisa bahaya, nanti bisa llari ke orang lain, ke narkoba atau bisa jadi LGBT. Naudzu billah min dzalik,” tukas Aisah.
Bahasa Cinta
Setiap orang diberi anugerah memiliki bahasa cinta yang berbeda-beda. Dan bahasa cinta ini, dikatakan Aisah, harus dipahami oleh setiap pasangan maupun para pendidik, agar dapat menyelesaikan permasalahan yang ada.
“Bahasa cinta ini harus selalu dicharger agar tidak kosong. Karena kalau kosong, akan terjadi penyimpangan perilaku,” ujar Aisah.
“Ada 5 bahasa cinta yang dimiliki oleh manusia, yaitu kata-kata pendukung, waktu berkualitas, sentuhan fisik, pelayanan, dan menerima hadiah,” terang Aisah.
Setiap orang, ujar Aisah, memiliki 5 bahasa cinta ini. Hanya saja ada 1 bahasa cinta yang paling menonjol dimiliki oleh setiap orang.
“Kalau ada pasangan kita yang maunya bersama terus, tidak mau berpisah, maka bahasa cintanya adalah quality time atau waktu yang berkualitas. Jika salah satu pasangan tidak memahaminya maka akan terjadi masalah serius dalam kehidupannya.
Untuk para guru, juga harus memahami bahasa cinta yang dimiliki oleh setiap siswa, agar dapat mengatasi permasalahan yang ada di sekolah.
Mengatasi Anak yang Kesulitan Membaca
Pada sesi tanya jawab, ada seorang wali siswa kelas 2 SD SIR bertanya tentang anaknya yang terlambat dalam hal kemampuan membaca.
Menanggapi hal itu Aisah Dahlan kembali menekankan bahwa otak anak laki-laki itu yang berkembang paling cepat adalah sebelah kanan, maka hal tersebut masih terbilang wajar.
“Itu masih wajar ya kalau anak kelas 2 SD masih sulit membaca. Kecuali saat membaca hurufnya kebalik-kebalik,” kata Aisah.
Meskipun demikian, Aisah mengatakan bahwa hal tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja. Dirinya memberikan solusi berupa membuat permainan yang dapat merangsang anak untuk dapat mengenal huruf.
“Terus saja diulang dan dan dihafal, tapi jangan sampai dengan tegangan tinggi ya,” ujar Aisah.
Lambatnya laki-laki dalam merespon pelajaran, menurut Aisah, ada korelasinya dengan prestasi siswa di jenjang pendidikan dasar.
“Anak laki-laki di SD itu jarang yang rangking 1. Biasanya yang rangking 1 adalah perempuan,” terang Aisah.
Hanya saja, pada saat usia lulus SMA, anak- laki-laki ini akan naik melejit melampaui perempuan, karena otaknya sudah seimbang antara kanan dan kiri.

“Ketika kuliah, jadi mahasiswa, tampuk kepemimpinan itu ada pada anak laki-laki. Perempuan nanti kembali ke fitrah, ada di bagian konsumsi, ataupun saat jadi ketua dia ada di bagian finance,” tegas Aisah. (Bms)