Sejumlah guru dan siswa Sekolah Indonesia Riyadh (SIR) hadir dalam acara “Bedah Buku Syekh Nawawi Al Bantani (1812-1897) Mahaguru Ulama Hijaz dan Ulama Nusantara Abad 19” di Aula Serbaguna KBRI Riyadh, pada Rabu, 3 Januari 2024.
Acara yang berlangsung dari pukul 09.00 hingga 12.00 WAS ini berlangsung cukup hangat.
Pemateri yang hadir adalah dua penulis buku tersebut, yaitu Dr. Siti Ma’rifah Ma’ruf Amin dan Prof. Mufti Ali, PhD.
Siti Ma’rifah mengatakan, “Kenapa acara bedah buku ini diadakan di Arab Saudi?, ya karena Syekh Nawawi sebagian besar menghabiskan hidupnya di Saudi.”
Beliau memaparkan bahwa Syekh Nawawi Al Bantani telah menulis ratusan kitab tetapi yang dikaji baru sekitar 20-an.
Para pengkaji kitab karya Syekh Nawawi bukan hanya orang-orang Indonesia tapi juga dari negara lain.
“Karya beliau bukan hanya dikaji di pesantren di Indonesia, tapi juga di Malaysia,” ujar Siti.
Siti memaparkan, dalam kamus Arab Al Munjid ada 2 tokoh asal Indonesia yang ditulis, yaitu Sukarno dan Nawawi Al Bantani.
Hal ini, lanjut Siti, karena Sukarno berhasil menggerakkan bangsa Indonesia untuk merdeka, begitupun juga Syekh Nawawi menjadi penyebar ilmu dan penggerak.
“Beliau bukan hanya ahli fikih dan ulama, tapi juga penggerak. Beliau mengajarkan ilmu dan menggerakkan kemerdekaan. Beliau adalah seorang muharrik,” terang Siti.
Syekh Nawawi dulu pernah ditawari untuk menjadi mufti di Batavia tetapi beliau tidak memberikan jawaban tersebut dan lebih memilih untuk membangun kesadaran kemerdekaan Indonesia.
“Beliau tidak pulang ke Indonesia, menggerakkan para muridnya untuk memerdekakan Indonesia. Hal itu sengaja dilakukan karena kondisi politik pada saat itu,” papar Siti.
Lebih lanjut, tentang kehidupan pribadi, Siti Ma’rifah menerangkan bahwa Syekh Nawawi saat di Mekkah menjadi muthowwif bagi jamaah haji.
“Usahanya sebagai muthowwif, membimbing jamaah haji seperti para muqimin yang ada di sini ” ujar Siti.
Pemateri kedua, Prof. Mufti Ali, mengatakan bahwa data tentang Syekh Nawawi Al Bantani masih tersimpan lengkap di perpustakaan di negara Belanda.
Guru Besar Sejarah Pemikiran Islam di UIN Sultan Maulana Hasanudin Banten ini bercerita bahwa Syekh Nawawi dulu di Mekkah bertetangga dengan orientalis terkenal asal Belanda, Christian Snouck Hurgronje.
“Rumah kos beliau itu bersebelahan dengan Snouck,” kata Prof. Mufti.
Tentang karya besar Syekh Nawawi, Prof. Mufti menjelaskan, karya ulama nusantara itu banyak diterbitkan di Mesir dan sangat laris di pasaran.
Hanya saja, dari sekian banyak buku yang dilahirkan, Prof. Mufti belum menemukan karya Syekh Nawawi dalam bidang tata bahasa Arab.
“Biasanya ulama itu menulis tentang tata bahasa, tapi dalam daftar arsip belum ditemukan tentang tata bahasa,” ujar Prof. Mufti.
Sementara itu, Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi, Dr. Abdul Aziz Ahmad, berkomentar bahwa dirinya mengenal Syekh Nawawi Al Bantani sejak kecil.
“Dulu saya belajar kitab fikih Safinatun Najah dengan syarahnya Kasyifatus Saja, itu karya Syekh Nawawi Al Bantani,” kata Dubes.
Dubes menilai karya-karya Syekh Nawawi sangat bagus dipelajari dan dikaji, terutama dalam hal pembentukan akhlak.
“Kitab Maraqi Al Ubudiyyah itu sangat bagus dalam pembentukan akhlak,” terang Dubes.
Dubes Aziz menilai acara seminar tentang Syekh Nawawi ini sangat bagus untuk belajar tentang pemikiran, yang sudah menjadi tradisi para ulama sejak dahulu.
“Ini bagus ya untuk terbiasa dalam mulazamatul fikri,” papar Dubes.
Respon Guru SIR
Sejumlah guru Sekolah Indonesia Riyadh (SIR) yang hadir pada acara ini memberikan respon positif dengan memberikan beberapa tanggapan.
Khabib Muzari, S.Pd, mengatakan bahwa acara seperti ini sangat bagus dilaksanakan karena dapat menambah wawasan sejarah keislaman.
“Saya mengajar Pendidikan Agama Islam, ada materi tentang sejarah para ulama Nusantara, di antaranya adalah Syekh Nawawi Al Bantani. Saya mendapatkan banyak informasi baru yang bermanfaat,” kata Khabib.
Respon berikutnya dari Nurjanni Astianti, M.Si. Guru Bimbingan dan Konseling Sekolah Indonesia Riyadh (SIR) ini menganggap perlu memberikan informasi kepada generasi muda tentang kehebatan sosok Syekh Nawawi Al Bantani.
Hanya saja, Nurjanni melanjutkan, penyampaian Syekh Nawawi kepada generasi muda ini butuh pemanfaatkan teknologi AI (Artificial Intelligence) untuk menyebarkannnya.
“Para influencer membuat konten tentang Syekh Nawawi menggunakan teknologi AI, sehingga menarik bagi anak-anak zaman sekarang,” terang Nurjanni.
Beberapa guru SIR yang hadir dalam acara ini adalah Kiki Sakinatul Fuad, M.Si, Sinta Kurnia Dewi, M.Pd.I, Hernawati, M.BA, Nurjanni Astianti, M.Si, Rahmi Rahim, S.Pd, Rinto Zainuddin, S.Pd, Khabib Muzari, S.Pd, Muhammad Wahyu, M.Pd, Heri Kuswanto, S.Pd, dan Budi Marta Saudin, Lc.
Adapun siswa SIR yang hadir pada bedah buku ini diwakili oleh siswa kelas 9 SMP, Muhammad Irsyad El Haris. (Bms)